Daftar Sekolah yang Pernah Saya Duduki Bangkunya

/

Artikel ini adalah bagian dari tugas menceritakan pengalaman pribadi yang diberikan sebagai bahan latihan menulis oleh Pesantren Sintesa.

Ketika diminta menceritakan pengalaman, yang terlintas di pikiran saya selalu saja hal-hal yang seru, menyenangkan, tak terlupakan, atau bahkan menegangkan yang pernah saya alami.

Hampir selalu yang saya ceritakan adalah pengalaman yang itu-itu lagi.

Kali ini beda. Saya akan menceritakan pengalaman saya di dunia pendidikan.

Karena jujur saja, jarang-jarang saya bercerita tentang topik yang satu ini, karena ngapain juga sering-sering.

Tulisan ini saya buat selain untuk mengenang, juga sebagai dokumentasi pribadi saya.

…dan tak lupa juga untuk menyelesaikan tugas, tentunya.

1. SDIT Al-Husnayain Bekasi

SDIT Al-Husnayain
Suasana outing class di SDIT Al-Husnayain

Yayasan Al-Husnayain Bekasi didirikan pada tahun 1990 oleh Ust. Bali Pranowo, MBA. yang beralamat di Jalan Rambutan Raya Kompleks Perumahan Harapan Baru, Bekasi Barat.

Namun, SDIT-nya sendiri baru berdiri tujuh tahun kemudian yaitu tahun 1997.

Di sini, saya memulai karier saya sebagai siswa sekolah dasar kelas satu.

Saya masih ingat betul ketika itu saya termasuk anak yang bandel untuk ukuran anak kelas satu SD; kenakalan seperti memanjat pagar sekolah, kabur saat jam solat dzuhur, bahkan ngempesin ban sepeda teman sudah pernah saya lakukan.

Namun, karier saya tidak lama di sini. Hanya sampai kelas tiga SD saja.

2. SDIT Badrussalam Magetan

SDIT Badrussalam Magetan
Para Santri SDIT Badrussalam tahun 2005

Menginjak kelas empat sekolah dasar, saya pindah sekolah ke Magetan, Jawa Timur.

Tepatnya di dusun Jaranan, Kecamatan Kawedanan, desa Ngadirejo.

Di situ terletak sebuah pondok pesantren yang santrinya anak-anak SD dari berbagai daerah di Indonesia.

Di sinilah pertama kalinya saya mempunyai teman yang rumahnya jauh-jauh, dengan bahasa dan logat yang berbeda-beda pula. Seru.

Ada yang dari Lampung, Banten, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan ada juga yang dari kota-kota di sekitar Magetan.

Mengenal banyak teman dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda memang sangat menyenangkan.

Bisa melakukan hampir seluruh kegiatan sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi secara berjamaah itu juga merupakan sebuah keasyikan tersendiri yang saya rasakan ketika pertama kali nyantri.

Selain itu, di sini juga saya banyak belajar bahasa Jawa dan permainan-permainan tradisional yang belum pernah saya tahu sebelumnya, seperti permainan goinan, meriam bambu yang pakai karbit, egrang dan banyak lagi.

3. Ma’had Umar bin Khattab Surabaya

Ma'had Umar bin Khattab Surabaya
Gedung Ma’had Umar bin Khattab tampak samping

Setelah lulus sekolah dasar, saya beranjak dari tanah Magetan menuju Surabaya.

Ma’had Umar bin Khattab ini sebenarnya adalah ma’had pendidikan bahasa Arab dan studi Islam yang diperuntukkan bagi mereka yang kuliah.

Ma’had ini didirikan atas kerjasama pemimpin pusat Muhammadiyah dengan Asia Muslim Charity Foundation (AMCF).

Terletak di daerah Gununganyar, Surabaya, ma’had ini juga membuka program tahfidz bagi mereka yang ingin menghafal Alquran.

Di program tahfidz inilah saya menuntut ilmu dan berkecimpung (halah).

Sayangnya, keberkecimpungan saya di ma’had ini tidak lama. Penyebabnya, pada saat itu saya nggak betah karena minder merasa paling kecil.

Saya baru lulus SD, sementara teman-teman saya udah pada jenggotan semua.

Akhirnya setelah kurang dari setahun tinggal di sana, saya minta pindah.

4. SMPIT Daarul Fikri Cikarang

SMPIT Daarul Fikri Cikarang Bekasi
SMPIT Daarul Fikri tahun 2009

Satu tahun menganggur dari aktivitas belajar-mengajar formal, akhirnya di tahun berikutnya saya masuk SMP.

Adalah Pondok Pesantren Daarul Fikri yang menjadi pilihan orangtua saya untuk menjadi tempat saya menuntut ilmu selanjutnya.

SMPIT Daarul Fikri terletak di Kp. Warung Bambu, Telaga Murni, Cikarang Barat, Bekasi.

Daarul Fikri sendiri diasuh oleh KH. Ahmad Husein Dahlan dan berada di bawah yayasan Qobasat Annur.

Proses masuk ke Daarul Fikri cukup berkesan buat saya.

Waktu itu hari Minggu, saya diajak orangtua untuk liat-liat (survey) pondok di Cikarang.

Sebelumnya kami telah melakukan survey ke beberapa pondok di Jakarta & Bekasi.

Jadi saya berpikir kalau yang ini juga survey biasa aja kayak yang kemarin-kemarin.

Ternyata, besoknya, di hari Senin, sekolah itu udah mau ujian kenaikan kelas.

Dan sepertinya kepala sekolah menghasut orangtua saya biar saya langsung ikut ujian aja. Kalo nilainya bagus, bisa langsung masuk kelas delapan.

Tanpa persiapan apa-apa sebelumnya, hari itu saya langsung ditinggal orangtua saya pulang.

Saya bingung. Lah, gimana wkwk. Bawa pakaian juga enggak. Kan niatnya cuman liat-liat.

Besoknya orangtua saya dateng lagi buat nganterin pakaian. Ada gitu masuk sekolah se-seamless ini.

5. MA Al-Hikmah Jakarta

Masjid Al-Hikmah Mampang
Masjid Al-Hikmah Pela Mampang Jakarta Selatan

Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama, saya melanjutkan studi ke Jakarta, yaitu di Madrasah Aliyah Al-Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan.

Tidak seperti sekolah saya sebelum-sebelumnya, di Al-Hikmah tidak ada program pesantren.

MA Al-Hikmah berada di bawah yayasan Al-Hikmah yang dipelopori oleh KH. Abdul Hasib Hasan yang saya lupa tahun berapa didirikannya, sudah lama pokoknya.

6. Rumah Quran El-Fawaz

Rihlah santri rumah quran El-fawaz
Rihlah santri rumah quran El-Fawaz bersama Ust DR. dr. Abul A’la Almaududi

Selama bersekolah di MA Al-Hikmah, saya sempat bergabung dan tinggal dalam sebuah rumah quran yang didirikan oleh Ust. DR. dr. Abul A’la Al-Maududi yang juga terletak tidak jauh dari kompleks Al-Hikmah, yang bernama Rumah Al-Quran El-Fawaz.

Fokus di sini sudah jelas, yaitu menghafal Al-Quran. Jadi paginya saya berangkat sekolah, pulangnya menjalani hidup sebagai santri lagi.

7. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Kampus Pusat Unsoed Purwokerto
Patung kuda Pak Dirman

Setelah lulus dari bangku SMA, saya pergi menuntut ilmu ke kota yang belum pernah terbayang oleh saya bagaimana bentuknya.

Atas saran dari ibunya temen saya, saya ikut UMBPT dan mengambil Universitas Jenderal Soedirman sebagai pilihan pertama.

Jurusan yang saya pilih Sastra Inggris.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Purwokerto, saya langsung jatuh hati sama kota ini.

Kehidupan sebagai mahasiswapun saya jalani dengan biasa-biasa aja, tapi ya seru.

Karena tentu ini bukan pertama kalinya buat saya hidup sendiri dan merantau jauh dari orangtua. Saya melakukannya udah dari SD. Jadi ya biasa aja.

Cuma memang, hidup di pesantren dan di kosan itu berbeda jauh.

Biasanya ada banyak aturan, kali ini lebih bebas. Kita yang ngatur diri kita sendiri.

Perlu sedikit pembiasaan di awal, namun setelah dijalani ya ternyata fine-fine aja.

Setelah kurang-lebih tiga tahun menyeburkan diri dalam kegiatan perkuliahan, saya memilih cuti sejenak dari bangku kuliah karena beberapa alasan yang lebih krusial, hehe.

8. Pesantren Sintesa Magetan

Pesantren Sintesa tampak depan dari kamera Google Maps
Pesantren Sintesa tampak depan dari kamera Google Maps

“Kembali ke Magetan,” frasa tersebut saya rasa cocok untuk menggambarkan tempat saya menimba ilmu saat ini.

Ya, inilah alasan saya cuti dari dunia perkuliahan.

Saya memutuskan untuk break kuliah dan kembali ke Magetan untuk kembali menimba ilmu di Pesantren Sintesa.

Sintesa ini pesantren yang betul-betul berbeda dari pesantren-pesantren pada umumnya. Beneran beda. Kalau nggak percaya, lihat saja sendiri di sini.

Pesantren Sintesa berdiri di bawah yayasan Badrussalam, dengan lokasi yang masih di dusun Jaranan, desa Ngadirejo, kec. Kawedanan, Magetan, Jawa Timur.

Penutup

Bumi ini sangat luas, dan ilmu ada di mana-mana, tinggal kita sebagai pencari ilmu mau menjemput atau tidak.

Saya juga belum tahu akan ke mana lagi saya mencari ilmu setelah dari sini.

Yang pasti di mana ada ilmu, saya siap nyamperin dah. Haha.

Ulama-ulama ahli hadits telah mencontohkan kesabaran mereka dalam menuntut ilmu.

Dan cara belajar mereka adalah dengan mendatangi guru meski jaraknya sangat jauh.

Terakhir, mengutip nasehat Imam Syafii,

“Merantaulah, orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang).”

— Dikutip dari Diwan Al-Imam As-Syafii
Avatar photo

When in doubt, slow down.

Leave a Comment